Kontroversi Pembukaan Olimpiade: Parodi “The Last Supper” Menuai Kecaman dari Kelompok Kristen #IndonesiaOlimpiadeParis
Organisasi Olimpiade Paris 2024 baru-baru ini meminta maaf kepada umat Katolik dan kelompok Kristen lainnya yang merasa tersinggung setelah parodi dari lukisan terkenal karya Leonardo Da Vinci, “The Last Supper,” ditampilkan pada upacara pembukaan Olimpiade pada Jumat malam. Peristiwa ini menjadi sorotan dan menimbulkan kontroversi besar di kalangan masyarakat internasional. #IndonesiaOlimpiadeParis
Tableau kitsch tersebut memparodikan lukisan ikonik dengan merekonstruksi adegan alkitabiah di mana Yesus Kristus dan para rasulnya berbagi makan malam terakhir sebelum penyaliban. Sketsa ini menampilkan drag queens, seorang model transgender, seorang penyanyi telanjang yang dirias sebagai dewa anggur Yunani Dionysus, serta seorang anak.
Reaksi keras datang dari Gereja Katolik. Mereka menyatakan ketidaksetujuan dan kekhawatiran atas keputusan ini. Penyelenggara menyatakan bahwa keputusan tersebut didorong oleh keinginan untuk mencapai “toleransi komunitas”. Namun, pernyataan ini justru memperburuk situasi, menimbulkan kemarahan dari berbagai pihak yang merasa adegan tersebut tidak pantas.
Wakil Perdana Menteri Italia, Matteo Salvini, mengutuk adegan tersebut sebagai penghinaan dan “jorok”. Dia menyatakan, “Memulai Olimpiade dengan menghina miliaran umat Kristiani di seluruh dunia adalah langkah yang sangat buruk.”
Tony Estanguet, Presiden Paris 2024, berusaha menjelaskan maksud di balik keputusan kontroversial ini. “Kami membayangkan sebuah upacara yang menunjukkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip kami, sehingga kami menyampaikan pesan yang sangat berkomitmen,” katanya. “Idenya adalah untuk benar-benar memicu refleksi. Kami ingin memiliki pesan sekuat mungkin.”
Estanguet juga menambahkan bahwa mereka harus mempertimbangkan komunitas internasional. “Ini adalah upacara Prancis untuk Olimpiade Prancis, jadi kami mempercayai direktur artistik kami. Kami memiliki kebebasan berekspresi di Prancis dan kami ingin melindunginya.”
Namun, pernyataan ini justru menambah api dalam bara. Banyak yang berpendapat bahwa kebebasan berekspresi seharusnya tidak digunakan sebagai alasan untuk menghina keyakinan religius. Insiden ini memicu diskusi luas tentang batas-batas kebebasan berekspresi dan penghormatan terhadap simbol-simbol agama.
Ketua Konferensi Waligereja Prancis, Uskup Agung Éric de Moulins-Beaufort, menyatakan kekecewaannya. “Kami sangat kecewa dengan keputusan ini. Ini adalah bentuk tidak hormat yang terang-terangan terhadap keyakinan kami,” ujarnya.
Di media sosial, reaksi beragam bermunculan. Banyak yang menyatakan ketidaksetujuan dan merasa tersinggung, sementara yang lain melihatnya sebagai bentuk seni yang sah dan bagian dari kebebasan berekspresi.
Pakar budaya dan agama juga memberikan pandangan mereka. Profesor Antoine Vergote dari Universitas Leuven menyatakan, “Ini adalah contoh bagaimana seni bisa menjadi kontroversial ketika bersentuhan dengan simbol-simbol religius. Ada batasan-batasan yang perlu dipertimbangkan ketika menyangkut keyakinan banyak orang.”
Tidak hanya di Eropa, kecaman juga datang dari berbagai belahan dunia. Organisasi-organisasi Kristen internasional mengutuk tindakan ini dan meminta penjelasan lebih lanjut serta permintaan maaf resmi dari penyelenggara.
Sementara itu, beberapa seniman dan aktivis mendukung keputusan penyelenggara, melihatnya sebagai bentuk ekspresi artistik yang sah. Mereka berpendapat bahwa seni memiliki peran penting dalam memicu diskusi dan refleksi sosial.
Namun demikian, kontroversi ini jelas menimbulkan dampak negatif bagi citra Olimpiade Paris 2024. Para penyelenggara kini dihadapkan pada tantangan besar untuk memulihkan kepercayaan publik dan memastikan bahwa peristiwa serupa tidak terjadi di masa mendatang.
Seiring berjalannya waktu, apakah permintaan maaf dan penjelasan dari penyelenggara cukup untuk meredakan ketegangan ini masih menjadi pertanyaan besar. Yang pasti, peristiwa ini akan tercatat sebagai salah satu kontroversi besar dalam sejarah Olimpiade, mengingatkan kita akan pentingnya keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan penghormatan terhadap keyakinan religius.
Kontroversi ini juga menjadi pengingat bahwa dalam dunia yang semakin terhubung, setiap tindakan dan keputusan publik dapat berdampak luas dan menimbulkan reaksi yang tidak terduga. Paris 2024 diharapkan dapat belajar dari insiden ini dan lebih berhati-hati dalam membuat keputusan-keputusan di masa depan.