Gadogadopers.com – Sebuah video yang memperlihatkan aksi seorang anggota polisi wanita (polwan) dari Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri saat menegur seorang pria di warung pinggir jalan menjadi viral di media sosial. Tindakan yang dilakukan polwan tersebut memicu reaksi beragam dari masyarakat, dengan mayoritas publik menilai tindakan itu sebagai bentuk arogansi aparat yang tidak pantas hingga menyebutnya polwan sopan.
Video yang beredar memperlihatkan seorang pria berbaju hitam sedang makan di warung ketika seorang anggota polisi menanyakan tempat kerjanya. Dialog tersebut terjadi sambil sang pria terus mengunyah makanannya. Namun, situasi berubah ketika polwan yang ada di lokasi mulai menegur pria tersebut dengan nada yang dianggap tidak sopan oleh banyak warganet.
Polwan tersebut menyentuh bahu kanan pria itu sambil berkata, “Eh mas, kalau diajak ngobrol tuh emang sopan ya sambil makan. Sopan nggak kayak gitu saya tanya,” ucapnya dengan nada yang terdengar keras. Teguran ini dilanjutkan dengan dorongan pada bahu kanan pria tersebut sambil polwan kembali mempertanyakan perilaku sopan santun.
Aksi ini memicu reaksi langsung dari pria yang ditegur. Dengan tenang, pria tersebut menjawab, “Biarin aja, biar Gusti Allah sing balas (Biar Tuhan yang balas).”
Tak lama setelah video ini viral, akun Twitter resmi NTMC Polri merilis klarifikasi dari Korlantas Polri. Dalam pernyataannya, Korlantas mengungkapkan bahwa video tersebut merupakan cuplikan dari program acara televisi “The Police” yang tayang pada tanggal 22 Agustus 2024 pukul 22.45 WIB. Mereka menegaskan bahwa teguran yang diberikan polwan tersebut dilakukan terhadap lima orang yang kedapatan mengonsumsi minuman keras di tempat umum.
Namun, klarifikasi ini tampaknya tidak mampu meredam kritik publik. Banyak yang menilai bahwa tindakan polwan sopan tersebut tidak profesional dan mempermalukan masyarakat di ruang publik.
Seorang aktivis hak asasi manusia, Rini Santoso, mengatakan, “Tindakan polwan tersebut menunjukkan adanya kekuasaan yang disalahgunakan. Apakah masyarakat berhak diperlakukan seperti itu hanya karena mereka makan di warung pinggir jalan? Ada cara yang lebih manusiawi dan santun untuk menegur.”
Pandangan ini juga didukung oleh sejumlah pakar hukum. Menurut pakar hukum pidana, Dr. Budi Prasetyo, tindakan yang dilakukan oleh polwan tersebut dapat dilihat sebagai bentuk intimidasi terhadap masyarakat. “Menyentuh secara fisik, apalagi mendorong seseorang, tanpa alasan yang jelas, bisa masuk dalam kategori perbuatan tidak menyenangkan. Dalam konteks hukum, tindakan seperti ini bisa dipersoalkan,” ujarnya.
Di sisi lain, beberapa pihak mencoba membela tindakan aparat tersebut dengan alasan bahwa masyarakat yang ditegur telah melakukan pelanggaran, seperti yang disebutkan oleh Korlantas. Namun, alasan ini diragukan oleh sebagian besar publik, mengingat bahwa teguran tersebut justru menyoroti hal yang tidak relevan, seperti etika makan sambil berbicara.
Kasus polwan sopan ini menambah panjang daftar insiden yang melibatkan tindakan aparat yang dianggap berlebihan. Meskipun Korlantas Polri telah memberikan klarifikasi, reaksi negatif dari masyarakat menunjukkan bahwa transparansi dan sikap profesional dalam bertugas sangat diperlukan untuk mengembalikan kepercayaan publik.
Hingga saat ini, belum ada tindakan lanjutan yang diumumkan oleh pihak Korlantas Polri terkait insiden ini. Namun, masyarakat berharap agar kasus ini menjadi pelajaran penting bagi seluruh aparat kepolisian untuk lebih bijaksana dalam berinteraksi dengan masyarakat, tanpa harus menggunakan cara-cara yang bisa menimbulkan ketidaknyamanan atau rasa takut.
Sebagai negara hukum, prinsip penghormatan terhadap hak-hak warga negara, termasuk hak untuk diperlakukan dengan hormat, harus tetap dijaga. Tindakan yang mencederai prinsip tersebut, sekecil apapun, dapat berdampak besar terhadap kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum.