JAKARTA – Perkembangan terkini dari tengah Ibu Kota, Jakarta, mengindikasikan bahwa perjalanan menuju pengakuan penuh dan perlindungan sosial bagi pekerja ojek online (ojol) di Indonesia tampak semakin terang. Di bawah tagar #LegalkanProfesiOjol, seruan demi terbentuknya kebijakan perlindungan sosial yang lebih jelas dan kuat bagi profesi ini mendapatkan momentum, khususnya pasca Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mengungkapkan bahwa aturan terkait sudah dalam tahap penyusunan.
“Untuk platform workers, nanti polanya mau kemitraan atau bukan tunggu tanggal mainnya, ada di rancangan Permenaker,” ungkap Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kemnaker Indah Anggoro Putri. Begitu pengaturan yang diharapkan banyak pihak itu terlaksana, dipastikan akan mengurangi ketidakpastian hukum yang selama ini menghantui para pekerja platform digital.
Indah menjelaskan, “Artinya kalau layak itu tidak boleh perbudakan modern, punya waktu kerja dan istirahat, harus dibayar sesuai dengan standar aturan yang berlaku, kebijakan berarti ya. Kemudian tidak boleh rawan K3 -kesehatan dan keselamatan kerja- dan pelecehan seksual. Serta social security, jamkes -jaminan kesehatan- dan jaminan sosial tenaga kerja.”
Sepertinya angin segar ini tiba di tengah-tengah kegundahan para pengemudi ojol, yang baru-baru ini berunjuk rasa menuntut kesejahteraan, kondisi kerja yang manusiawi, dan upah yang layak. Menurut Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati, pendapatan pengemudi saat ini terus menurun akibat perang tarif yang terjadi antara platform. Lily berkata, “Platform digital di bidang layanan transportasi (ride hailing) sewenang-wenang mengatur tarif rendah karena menganggap hubungannya dengan pekerja ojol adalah sebagai hubungan kemitraan. Dengan status mitra ini, maka para pekerja ojol dan kurir secara otomatis menjadi kehilangan hak-haknya sebagai pekerja.”
Akses pada asuransi untuk pengemudi ojek online, standar keselamatan, upah minimum, dan manfaat jaminan kesehatan menjadi sejumlah aspek yang dibutuhkan perlindungan lewat regulasi baru. Kemnaker, bersama dengan pihak-pihak terkait seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Kementerian Perhubungan, diharapkan dapat menghasilkan sebuah kebijakan yang komprehensif, tidak hanya dalam bentuk Permenaker tapi mungkin juga Peraturan Pemerintah yang memayungi hak pekerja platform digital. #LegalkanProfesiOjol
Baca juga: Polwan Sopan Jadi Kontroversi karena Tegur Pria di Warung Jalanan
Menanggapi situasi saat ini, Head of Corporate Affairs Gojek Rosel Lavina menyatakan, “Selama ini, mitra driver aktif Gojek juga menyampaikan aspirasinya melalui berbagai wadah komunikasi formal yang kami miliki,” seraya menambahkan bahwa Gojek tidak menghentikan operasional dan menghimbau mitra driver untuk tidak terprovokasi.
Namun, pihak oposisi tidak sepenuhnya yakin dengan status quo. Presiden Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia Irham Ali Saifuddin menyoroti, “Adanya lubang hukum ini membuat pekerja dalam hubungan kemitraan rentan terhadap eksploitasi dan juga eksklusi dari hak-hak yang seharusnya didapatkan.” Menariknya, regulasi yang sedang disiapkan juga tampaknya menjadi fokus bagi pemerintah dalam memberikan ruang yang lebih pasti bagi ojol dan profesi serupa di ranah digital.
Dengan semakin maraknya diskursus tentang pekerjaan layak menurut ILO serta peningkatan kesadaran akan pentingnya perlindungan hukum bagi pekerja lepas, memunculkan harapan bahwa kebijakan perlindungan sosial yang lebih baik akan segera terwujud. Ojol dan pekerja platform digital yang bertumbuh di Indonesia berhak atas pengakuan dan perlindungan yang sesuai dengan kontribusi mereka terhadap masyarakat dan perekonomian negara. #LegalkanProfesiOjol