Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Polisi Agus Andrianto mengatakan, pabrik obat keras dan berbahaya tidak berizin yang digerebek polisi di Daerah Istimewa Jogjakarta, diperkirakan mampu mendapatkan omzet Rp 2 miliar per hari.
”Kalau produksinya dua juta butir pil per hari, saya kurang tahu harga pastinya berapa, tapi kalau misalnya asumsi satu butir seribu, kalau dua juta butir berarti Rp 2 miliar satu hari,” kata Kabareskrim Agus Andrianto seperti dilansir dari Antara usai konferensi pers pengungkapan kasus peredaran gelap obat keras dan berbahaya di Jogjakarta, Senin (27/9).
Menurut dia, produksi dua juta butir pil golongan obat keras dengan omzet Rp 2 miliar itu berasal dari dua pabrik ilegal yang digerebek polisi di Jalan IKIP PGRI Sonosewu, Desa Ngestiharjo Kasihan, Kabupaten Bantul, dan pabrik di Desa Bayuraden, Gamping, Kabupaten Sleman, Jogjakarta.
Salah satu pabrik obat keras yang berhasil diungkap Bareskrim Polri dan jajaran kepolisian kewilayahan tersebut sudah beroperasi sejak 2018 dan baru terungkap pada 2021. Menurut Kabareskrim, operasionalnya yang tertutup dan tidak memiliki izin.
”Kan mereka sangat tertutup dan izinnya juga tidak ada. Peran serta masyarakat sangat perlu, kalau ada informasi terkait dengan situasi di sekelilingnya mohon diinformasikan kepada polisi terdekat,” kata Kabareskrim Agus Andrianto.
Menurut dia, saat ini, sudah ada 13 orang tersangka mulai pengedar, kemudian distributor yang diamankan dalam kasus peredaran gelap obat keras dan berbahaya jaringan Jawa Barat–DKI Jakarta, Daerah Istimewa Jogjakarta–Jawa Timur–Kalimantan Selatan tersebut. Dari para tersangka, polisi menyita barang bukti lebih dari lima juta butir pil golongan obat keras jenis Hexymer, Trihex, DMP, Tramadol, double L, Aprazolam, dari berbagai TKP penangkapan tersangka yaitu di Cirebon, Indramayu, Majalengka, Bekasi, dan Jakarta Timur.