Gadogadopers.com – Santet, fenomena yang kerap menjadi bagian dari cerita mistis di masyarakat Indonesia, kembali menjadi sorotan. Youtuber dan pegiat media sosial Ferry Irwandi mengungkapkan rasa penasarannya mengenai kebenaran adanya praktik santet di era modern ini.
“Benarkah santet itu masih ada? Atau hanya sebatas mitos belaka?” tanya Ferry dalam salah satu unggahannya. Pertanyaan ini memantik perdebatan di ruang digital, dengan berbagai tanggapan yang beragam dari masyarakat.
Meski beberapa pihak percaya bahwa santet masih menjadi ancaman nyata, skeptisisme pun berkembang pesat. Banyak yang menganggap bahwa isu ini tak lebih dari warisan budaya yang terus dilestarikan tanpa bukti ilmiah yang kuat. Hal ini menimbulkan pertanyaan lebih besar: mengapa masyarakat modern masih terpaku pada hal-hal semacam ini?
Gus Baha, seorang ulama terkenal, juga pernah membahas soal santet dan sihir dalam salah satu ceramahnya. Beliau menegaskan bahwa santet kerap menjadi dalih untuk menutupi masalah lain, seperti konflik personal atau ketidakmampuan seseorang menghadapi kenyataan. “Kadang orang terlalu cepat menyimpulkan masalah dengan santet, padahal mungkin itu penyakit medis,” ujarnya.
Sayangnya, kepercayaan terhadap santet sering kali memicu dampak negatif. Tuduhan santet di beberapa daerah masih berujung pada persekusi hingga kekerasan. Dalam kasus tertentu, masyarakat bahkan nekat menghakimi seseorang tanpa bukti yang jelas, hanya berdasarkan prasangka.
Sikap masyarakat yang tidak kritis terhadap isu ini turut menjadi sorotan. Pengamat sosial, Andi Maulana, mengkritik bagaimana masyarakat mudah terpengaruh oleh cerita-cerita yang tidak masuk akal. “Kita seharusnya lebih rasional. Di era digital seperti sekarang, bukankah seharusnya fokus pada edukasi dan pembuktian ilmiah?” katanya.
Baca juga: Rem Blong, Truk Tronton Hantam 8 Kendaraan di Slipi Sebabkan 1 Orang Tewas
Namun, tidak bisa dimungkiri bahwa ada pihak yang mengambil keuntungan dari kepercayaan terhadap santet. Praktik perdukunan masih menjamur, menawarkan solusi instan dengan tarif yang tidak masuk akal. Situasi ini tidak hanya merugikan secara finansial, tetapi juga memperkuat pola pikir irasional di tengah masyarakat.
Dunia digital turut berperan dalam menyebarkan isu ini. Video, artikel, hingga konten viral yang membahas santet sering kali tidak dilengkapi dengan data valid. Akibatnya, masyarakat semakin terjebak dalam lingkaran spekulasi tanpa akhir.
Sementara itu, Ferry Irwandi menyatakan bahwa tujuannya mempertanyakan isu ini bukan untuk merendahkan budaya lokal, melainkan untuk mengajak masyarakat berpikir kritis. “Saya ingin kita semua berdialog, bukan hanya percaya begitu saja tanpa dasar yang jelas,” ujarnya.